Tiap Tahun Ditunggu Warga, Ini Kemeriahan Tradisi Grebeg Suro di Girikusumo Demak

DEMAK, Lingkarjateng.id– Dalam rangka menyambut Tahun Baru Hijriyah 1446 H, Yayasan Kyai Ageng Giri Pondok Pesantren (Ponpes) Girikusumo, Desa Banyumeneng, Mranggen, Demak kembali menggelar tradisi Grebeg Suro.

Antusias masyarakat setempat maupun luar daerah sangat tinggi untuk mengikuti berbagai rangkaian yang ada dalam Kirab Grebeg Suro tersebut.

Salah satunya, Arni Faris (36), dirinya mengaku setiap tahun selalu menantikan tradisi Grebeg Suro tersebut.

“Ini tiap tahun tiap Bulan Suro. Tahun ini tambah ramai. Iya selalu menantikan. Diharapkan bisa mendapat barokah dan diberi keselamatan,” ujarnya.

Senada, Kamelia Tohirotunnisa (26) yang merupakan warga Kebonbatur, mengaku datang bersama saudaranya untuk mendapat keberkahan dari acara tersebut.

“Baru kali ini ikut ini, datang kesini sama suadara. Karena penasaran pingin lihat. Mencari berkah dari doa Mbahyai,” katanya.

Dalam kesempatan ini, Hanif Maimun yang merupakan Putra Pengasuh Ponpes Mbah Munif, menjelaskan bahwa Grebeg Suro sudah diadakan sejak tahun 2014 dan sudah menjadi sebuah tradisi yang ada di Yayasan Kyai Ageng Giri Ponpes Girikusumo.

“Ini adalah kegiatan yang ke-10 dimulai dari tahun 2014. Pada intinya tujuan utama Grebeg Suro untuk melestarikan kebudayaan leluhur dan juga kasepuhan terutama yang ada di Pesantren Girikesumo,” jelas pria yang kerap disapa Gus Hanif itu.

Kemudian lanjut dia, kegiatan tersebut sebagai salah satu bentuk doa guru, kyai yang ada di pesantren dan yayan dalam menyambut tahun baru hijriyah 1 Muharram 1446 H.

Di dalam kirab tersebut, terdapat empat kotak kayu yang dibawa ahli waris yang berisikan 4 pusaka dari pengasuh terdahulu yakni, KH. Muhammad Hadi Bin KH. Muhammad Tohir, KH. Muhammad Zahid Bin KH. Muhammad Hadi, KH. Zaenuri Bin KH. Muhammad Hadi dan KH. Muhammad Zuhri Bin KH. Muhammad Zahid.

“Tadi ada pasukan sembilan, itu mengkirab beberapa pusaka dari leluhur dan kasepuhan ada 4 pusaka,“ ujarnya.

Selain itu, pasukan juga membawa kendi yang berisikan air yang diambil dari sumber sumur tua.

“Ada air Tirto Wening, yaitu air yang diambilkan dari tok atau sumber sumur kasepuhan yang dulu dibuat dari simbah buyut Mohammad Hadi, air tersebut sebelum acara pada malam harinya sudah dibacakan mujahadah oleh para guru yang ada di pesantren, jumlahnya ada 40,” terangnya.

Selain itu, ada juga sejumlah gunungan hasil bumi yang ikut dikirab dalam Grebeg Suro tersebut.

“Itu adalah simbol sebagai bentuk shodaqoh dari semua guru dan yayasan untuk masyarakat yang mengikuti kirab ini,” ucap Gus Hanif.

Dengan adanya berebut Gunungan dalam rangkaian Grebeg Suro tahun ini, Gus Hanif berharap masyarakat mendapat keberkahan.

“Harapannya bukan hanya direbutkan saja, tetapi uang yang didapatkan bisa mendapat keberkahan dari isi gunungan tersebut,” pungkasnya. (Lingkar Network | A Burhan – Lingkarjateng.id)